Setelah
Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, seni tari perlahan menjadi salah satu
instrumen pembentukan identitas nasional. Sebuah fenomena yang juga muncul di
negara-negara baru paska-kolonial, seperti Taiwan, India maupun Jepang. Tari
menjadi ’wajah’ Indonesia, sebuah bangsa-negara (nation-state) baru, di
mancanegara.
Pada
tahun 1952, John Coast, mantan Atase Pers Internasional Presiden Sukarno,
muncul dengan gagasan membawa rombongan musisi gamelan dan penari asal Desa
Peliatan, Bali, untuk pentas di beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat.
Coast
berhasil membujuk kelompok gamelan dan penari asal Desa Pliatan untuk berlatih
selama setahun (Coast, 1953/4, 2004). Selain berlatih beberapa nomor lama,
Coast juga meminta pencipta tari Kebyar Duduk, sang legendaris I Ketut Marie
(lebih dikenal sebagai Mario) untuk menciptakan tari baru, berjudul
Tumulilingan (Mengisap Sari).
Coast berhasil mendapat
dukungan Presiden Sukarno agar negara mensponsori perjalanan touring kelompok
Pliatan ke beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini kelak berlanjut
dengan pengiriman ’Misi Kesenian’ yang disponsori oleh pemerintah ke
mancanegara, dua diantaranya, yaitu World Cultural Affair tahun 1964 di New
York dan Osaka Expo tahun 1970.