Kota Jakarta
sebagai Ibu kota negara Indonesia memiliki kompleksitas yang beragam dan
menjadi ciri kota besar di Indonesia di samping kota-kota besar lainnya. Kota
besar di berbagai negara dan daerah Indonesia dihuni oleh berbagai suku dari
penjuru Nusantara.
Kemajuan
pengetahuan dan teknologi, menumbuhkan konsep pengembangan budaya dalam konsep
industri wisata pada kota besar di berbagai daerah di Indonesia. Perkembangan
seni pertunjukan yang ada juga menjadi simbol dari representasi cara menyajikan
dan model pengemasan yang representatif untuk disajika dalam kemasan wisata.
Oleh sebab itu, muncul pemikiran bagaimana suatu kemasan seni pertunjukan dapat
disajikan dalam momen paket wisata yang dapat menjajinjikan.
Konsekuensi logis
adalah bahwa paket wisata bentuk dan mode penyajiannya memiliki ciri yang
berbeda dengan kemasan aslinya. Hal ini patut dipertimbangkan mengingat bahwa
kemasan wisata bertujuan sebagai kemasan yang disajikan untuk kepentingan
sesaat. Pada sisi lain, apabila wisatawan memerlukan kemasan tari tradisional
asli sesuai bentuk dan mode penyajiannya disarankan untuk mendatangi tempat
atau narasumber tari tradisional yang secara representatif menggali dan
melestarikan tarian dimaksud.
Dampak yang
berkembang ide munculnya kemasan untuk industri wisata kurang greget, produk
statis, seadanya, menjadi kambing hitam dari refleksi munculnya kemasan wisata.
Namun hikmah yang dapat dipetik, bahwa kemasan yang terkesan coba-coba, belum
memiliki bentuk yang perfect, serta belum dapat diangkat menjadi produk yang
handal ini menjadi penilaian yang kurang reproduktif dalam bentuk dan mode seni
untuk tujuan tertentu yakni pariwisata.
Semakin ramainya
industri pariwisata, seni tari tampil ke permukaan. Aktivitas seni tari membawa
dampak semakin banyaknya frekuensi pentas tari untuk industri pariwisata. Hal
ini tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan pasar seiring dengan kebutuhan
penyangga sarana wisatawan membutuhkan hiburan. Maka muncullah di berbagai
tempat wahana untuk wisata seperti hotel, restoran, taman-taman wisata hiburan
menjadi sentra industri seni tari wisata dipentaskan.
Paradigma
perkembangan wisata dengan keterkaitan seninya, seni tari untuk produk wisata
menuntut adanya unitas yang mesti terjadi adanya penyesesuaian diri atas
terwujudnya kesatuan sistem. Aspek kehidupan kemanusiaan, kedudukan tari
sebagai pelengkap, kredibilitas kebutuhan sesaat, dan produk wisata lebih
ditekankan menjadi pertimbangan bentuk dan mode tari dipentaskan.
Pemikiran mendalam,
bahwa pertunjukan tariyang bertujuan untuk sesaat tidak memiliki konteks tujuan
melepas begitu saja terhadap akar budaya yang dimiliki oleh masyarakat aslinya.
Tidak mustahil bahwa kemasan seni tari untuk wisata tidak semena-mena demi
kepentingan wisata saja kemudian membuat kemasan produk wisata seadanya.
Pandangan ini keliru, ini menjadi salah satu alternatif strategi bagi studi
lanjut tentang tari sebagai aset industri wisata ( Arief Eko: 2004, 50-59).
Kontek kepariwisataan
dimengerti sebagai pemberdayaan nilai ekonomis melalui sejumlah komuditas.
Penambahan penghasilan bangsa banyak digali melalui potensi ini. Pengembangan
kepariwisataan secara eksplisit dirumuskan melalui kunjungan wisata dan
bagaimana menyajikan kepariwisataannya. Modifikasi memperkenalkan dan
medayagunakan potensi sumber wisata untuk peningkatan potensi sumber daya
manusia (SDM), kondisi geografis, kondisi budaya menjadi pilihan dan alternatif
munculnya industri pariwisata dalam bentuk komoditas kemasan seni tari untuk
wisata.
Secara konseptual
model kepariwisataan yang sebaiknya digarap mencakup beberapa pemikiran di
bawah ini sebagai berikut:
·
Seni
·
Pertunjukan
·
Tradisional
·
Industri
·
Pariwisata
·
Seni Kemasan
·
Wisata
Peta konsep di atas
selanjutnya dikembangkan melalui penelitian menyangkut masalah urbanisasi dan
imigrasi etnis lain di dunia, mewujudkan wajah kekayaan kesenian Nusantara yang
berkembang. Di sisi lain, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan memperdaya
tumbuhnya kreativitas dan kompleksitas kehidupan manusianya ke dalam tatanan
baru di bidang pariwisata. Secara berjenjang peta penelitiannya dapat
digambarkan sebagai berikut di bawah ini:
·
Urbanisasietnisnusantara
Imigrasietnis di dunia
·
Kekayaan Budaya
Nusantara
·
Kemajuan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi
·
Era Globalisasi
·
Kemauan mengadakan
relasi dengan Bangsa Lain
·
Dampak terhadap
seni pertunjukan tradisional memperkaya atau menurunkan Budaya Nusantara
·
Pendekatan
Multidisiplin
·
Upaya teknik
pengemasan melalui enam cirri kemasan wisata menurut Soedarsono
·
Hadirnya wisata
asing, hadir wisata seni.
·
Hadir wisatawan
asing/local memperkaya seni tradisional
Kondisi budaya
nasional khususnya tari sebagai produk wisata dikenali di banyak daerah. Oleh
karena itu, kemasan industri wisata dalam bentuk tari untuk seni pertunjukan
wisata menempatkan tari sebagai obyek wisata. Masalah teknis yang kemudian
muncul, tari dipersiapkan sebagai obyek yang digunakan untuk pemenuhan industri
pariwisata secara akumulatif. Sebagai produk kemasan tari digarap lebih dalam
bentuk genre. Di sisi lain, tari dikemas tidak untuk meninggalkan fungsi dan
bentuk kepemilikan masyarakat yang ada.
Pemanfaatan tari
dikemas berdasarkan kemasan wisata berlatar belakang pada kondisi geografis,
kondisi budaya akar budayanya menjadi kunci kemasan wisata tersebut
dipentaskan. Alasan tari dipentaskan berdasarkan kondisi geografis dan akar
budaya masyarakatnya dengan tujuan bahwa masyaraklat tetap masih memiliki
kemasan wisata tari yang ada. Oleh sebab itu, tari yang biasanya dikemas
seadanya dipoleh dengan menggunakan spotlight, dan diperkenalkan eyeshedow,
serta dalam bentuk genre.
Untuk tari
tradisional kerajaan yang akrab dengan kecanggihan, kemapanan, tradisi yang
dipegang sangat erat untuk komoditas kepariwisataan digenre untuk pangsa pasar
luar negeri, dan penyajian di depan wisatawan. Dengan demikian masalah
kesempurnaan bentuk dan mode penyajian mengalami perubahan. Pertunjukan semegah
dan seagung di istana mungkin banyak mengalami pergeseran. Garapan-garapan fastform
demi kebutuhan wisata menjadi tujuan untuk menjawab permasalahan kondisi
geografis dan kondisi budaya menjadi konsumsi publik dipentaskan.
Penciptaan karya
budaya selalu merupakan penciptaan kembali apa yang telah dicapai dan
diendapkan dalam tradisi kebudayaan yang bersangkutan. Tidak ada kemungkinan
lain manusia sebagai makhluk yang menyejarah, masa lalu adalah warisan dan masa
kini adalah inisiatif yang digunakan untuk memperbaharui. Dengan demikian masa
depan bergantung kepada karya budaya yang dilakukan pada saat ini. Oleh sebab
itu kita harus melakukan tindakan pada masa kini untuk menyongsong masa datang
agar memiliki corak dan ragam budaya yang menjadi tidak punah.
Konsekuensi logis
dari modernisasi adalah revolusi industri. Cara ini memacu kemajuan teknologi
yang berdampak kepada memperpendek jarak hubung dan memperderas komunikasi
antar bangsa sehingga melahirkan kondisi saling kebergantungan antar bangsa
dalam semua aspek kehidupan. Seberapa tingkat adaptasinya masing-masing bangsa
yang dapat mengukur sesuai porsi dan kebutuhan yang seharusnya dilakukan. Oleh
sebab itu, internalisasi adaptasi budaya semakin diperlukan untuk kebutuhan
yang dikembangkan sebatas ketercapaian yang diharapkan.
Keragaman etnik
yang membawa kekayaan budaya tidak ternilai harganya. Hal ini juga ikut menjadi
corak ragam budaya yang mempengaruhinya. Oleh sebab itu, dalam memberikan ciri
dan bentuk kemasan wisata dari etnik budayanya juga terjadi keragaman yang
tidak dapat dipungkiri. Dengan demikian corak budaya dan ragam etnik yang ada
menjadi bentuk kemasan wisata yang dapat digunakan sebagai bentuk seni
pertunjukan yang dapat digunakan sebagai paket wisata daerah khususnya di kota
besar di Indonesia.