Semenjak
zaman kebudayaan prasejarah, telah diketahui bahwa lahirnya tari didasari oleh
kegunaannya dalam masyarakat pada zamannya. Pada masyarakat primitif, tari
dirasakan sebagai sarana atau media untuk mencapai suatu kebutuhan. Kehendak
bersama dari suatu kelompok untuk tujuan tertentu merupakan kebutuhan primer,
sedangkan faktor artistiknya merupakan kebutuhan kedua. Tidak mengherankan jika
tari pada mulanya bersifat kolektif dan merupakan ekspresi kehendak manusia.
Masyarakat
percaya bahwa dengan menari, kemauan mereka akan tercapai. Sebagai contoh, pada
zaman itu masyarakat menari dengan komposisi yang sederhana dengan bentuk
lengkung atau melingkar. Mereka bergerak secara ritmis mengharapkan hujan turun
dari langit untuk kesuburan tanah dan tanaman mereka. Kemudian setelah panen,
mereka bergembira ria menari-nari sebagai cetusan emosi. Tarian dilakukan
secara sendiri-sendiri, kemudian menjadi berpasangan, berkelompok, dan
berkembang lebih lanjut hingga akhirnya ada yang menjadi jenis tari hiburan.
Setelah masyarakat hidup
tenteram, terasa pula kekurangan faktor kelengkapan hiburan sebagai santapan
rohani di kala senggang. Untuk memenuhi kebutuhan ini, lahirlah tari pergaulan
dengan kaidah-kaidah yang sangat bersahaja. Sehubungan dengan faktor yang
terkait di atas, tari menurut fungsinya dapat dibagi menjadi tiga golongan
pokok, yaitu tari upacara, tari hiburan, dan tari pertunjukan.