Tarian
ini menjadi sebuah media dalam pergaulan, biasanya ditarikan berpasangan antara
pria dan wanita. Seperti halnya Tari Tayub, jenis tari pergaulan lainnya yang
sering disajikan di lingkungan bangsawan menimbulkan kesan negatif karena para
penonton yang ikut menari sering bermabuk-mabukan pada saat menari.
Melihat
kondisi tersebut, beberapa seniman tari Sunda (seperti Aom Doyot dan Raden
Sambas Wirakusuma) merasa perlu segera memberikan jalan untuk menertibkannya.
Untuk itu, dibuatlah aturan main penyelenggaraan Tari Tayub. Cara penyajian
Tari Tayub ini kemudian diarahkan agar lebih sopan, dengan cara yang unik.
Mereka menciptakan sebuah wadah berupa diklat (pada masa itu disebut course)
bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya. Lambat laun orang lebih suka
menyebut Tari Tayub ini dengan sebutan course.
Setelah
mendapat sentuhan aturan menurut norma masyarakat setempat, Tari Tayub
mempunyai nilai estetis. Course diucapkan oleh lidah bangsa Indonesia menjadi
keurses, kemudian sebutannya menjadi Tari Keurses. Kini, Tari Keurseus tidak
lagi dipergunakan sebagai tari pergaulan. Namun demikian, tari hiburan ini
tetap mengutamakan kespontanan gerakannya.
Tarian
Bidu Kikit merupakan tarian peninggalan nenek moyang Kabupaten Belu. Tarian ini
merupakan tarian hiburan dalam berbagai upacara adat, khususnya Suku Kemak.
Tarian ini dibawakan oleh tiga penari, yakni satu penari laki-laki (yang
melambangkan seekor burung elang jantan) dan dua orang penari perempuan (yang
menggambarkan burung elang betina).
Penari
wanita sebagai penari tetap, pada setiap pertunjukannya mengajak penonton untuk
ikut serta menari bersama. Dengan bentuk penyajiannya yang melibatkan penonton
itu, menjadikan tarian ini tidak memiliki aturan yang baku. Kebebasan
mengungkapkan kegembiraan antara penari dan penonton ini menimbulkan kesan
negatif di mata kaum intelektual karena dianggap menyalahi norma-norma.
Seperti
masuknya unsur penonton yang mabuk-mabukan dan kurangnya etika atau sopan santun
yang memagari penonton laki-laki yang ikut menari terhadap wanita yang mengajak
menari. Namun, perlahan-lahan pelaksanaannya mulai ditertibkan sehingga
penyelenggaraan tari hiburan ini mengalami perubahan bentuk dan kedudukannya
lebih terhormat hingga kini.