1. Masa Coreng-Moreng
(Scribbling Period)
Kesenangan
membuat goresan pada anak-anak usia dua tahun bahkan sebelum dua tahun sejalan
dengan perkembangan motorik tangan dan jarinya yang masih menggunakan motorik kasar.
Hal ini dapat kita temukan anak yang melubangi atau melukai kertas yang
digoresnya.
Goresan-goresan
yang dibuat anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek. Pada
awalnya, coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik. Biasanya, tahap
pertama hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah vertikal atau
horizontal. Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik anak yang masih
mengunakan moRotik kasar.
Kemudian,
pada perekmbangan berikutnya penggambaran garis mulai beragam dengan arah yang
bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar.
Periode ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu: 1) corengan tak beraturan, 2)
corengan terkendali, dan 3) corengan bernama. Ciri gambar yang dihasilkan anak
pada tahap corengan tak beraturan adalah bentuk gembar yang sembarang,
mencoreng tanpa melihat ke kertas, belum dapat membuat corengan berupa
lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi Corengan terkendali ditandai dengan
kemampuan anak menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya. Hal
ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara koordiani antara perkembangan
visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan
coretan garis baik yang horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran.
Corengan
bernama merupakan tahap akhir masa coreng moreng. Biasanya terjadi menjelang usia
3-4 tahun, sejalan dengan perkembangan bahasanya anak mulai mengontrol
goresannya bahkan telah memberinya nama, misalnya: “rumah”, “mobil”, “kuda”.
Anak-anak memiliki jiwa bebas, ceria. Mereka sangat menyenangi warna-warna yang
cerah misalnya dari crayon.
Kesenangan
menggunakan warna biasanya setelah ia bisa memberikan judul terhadap karya yang
dibuatnya. Penggunaan warna pada masa ini lebih menekankan pada penguasaan
teknik-mekanik penempatan warna berdasarkan kepraktisan penempatannya
dibandingkan dengan kepentingan aspek emosi. Pada masa mencoreng, bila anak
difasilitasi oleh orang tua maka akan memiliki peluang untuk melakukan kreasi
dalam hal garis dan bentuk, mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari
ada hubungan gambar dengan lingkungannnya. Hal yang paling penting yang harus
dilakukan oleh orang tua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian
terhadap karya yang sedang dibuat anak sehingga tercipta kemampuan komunikasi
anak dengan orang deswasa secara melalui bahasa.
2. Masa Pra Bagan (Pre Schematic Period)
Usia
anak pada tahap ini bisanya berada pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas
awal. Kecenderungan umum pada tahap ini, objek yang digambarkan anak biasanya
berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala
kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki.
Ciri-ciri yang menarik lainnya pada tahap ini yaitu telah menggunakan
bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitarnya.
Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek warna belum ada hubungan tertentu dengan
objek, orang bisa saja berwarna biru, merah, coklat atau warna lain yang
disenanginya.
3. Masa Bagan (Schematic Period)
Konsep
bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Gambar masih
tetap berkesan datar dan berputar atau rebah (tampak pada penggambaran pohon di
kiri kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah
ke kiri, bagian kanan rebah ke kanan). Pada perkembangan selanjutnya kesadaran
ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line)
4. Masa Realisme Awal
(Early Realism)
Pada
periode Realisme Awal, karya anak lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran perspektif
mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam
lingkungan. Selain itu kesadaran untuk berkelompok dengan teman sebaya dialami
pada masa ini. Perhatian kepada objek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam
menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya.
Pemahaman warna sudah mulai disadari. Warna biru langit berbeda dengan biru air
laut. Penguasan konsep ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi
bertumpu pada garis dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan
garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain
seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini. Ada perbedaan kesenangan
umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan kendaraan, anak
perempuan kepada boneka atau bunga.
5. Masa Naturalisme
Semu
Pada
masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin
berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya
sendiri.
Pengamatan
kepada objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic
dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak
dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan
rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe
haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih
banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.
Ada
sesuatu yang unik pada masa ini, di mana pada satu sisi anak ekspresi
kreatifnya sedang muncul sementara kemampuan intelektualnya berkembang dengan sangat
pesatnya. Sebagai akibatnya, rasio anak seakan-akan menjadi penghambat dalam
proses berkarya. Apakah gambar ini seperti kucing? Sementara kemampuan
menggambar kucing kurang misalnya.Sebagai akibatnya mereka malu kalau
memperlihatkan karyanya kepada sesamanya.
6. Periode Penentuan
Pada
periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual
makin tampak.
Anak
yang berbakat cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi
yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan.
Dalam
hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa keterlibatan
manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan. Seni bukan urusan seniman
saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tak akan terhindar dari sentuhan.