Seni
rupa Nusantara adalah suatu karya seni rupa yang terdapat di wilayah Nusantara.
Seni
rupa Nusantara menurut periode perkembangan dibagi menjadi Zaman Batu, Zaman Klasik, dan Zaman Indonesia
Baru.
1. ZAMAN BATU
a. Zaman Batu Tua
(paleolithikum)
Zaman
paleolithikum ini ditandai dengan diketemukannya benda-benda dari batu kasar,
berupa kapak genggam (chopper) yang ditemukan di Pacitan (Jawa Timur), Parigi
(Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat).
Di
Ngandong (Jawa Tengah) ditemukan alat-alat dari batu beraneka warna yang
berfungsi untuk mengorek-orek ubi yang disebut flakes dan peralatan dari tulang
(bone culture).
Selain
itu juga ditemukan lukisan kuno di gua Leang-leang (Sulawesi Selatan) objek
lukisan di gua ini berupa telapak tangan dan tubuh manusia.
Di
Papua objek lukisannya berupa binatang terdapat cipratan darah yang dicampur
dengan lemak.
b. Zaman Batu Tengah
(mezolithikum)
Pada
zaman ini kehidupan nenek moyang kita sudah mulai maju dan berkembang.
Hal
ini dibuktikan dengan diketemukannya ujung panah, flakes, batu penggiling,
pipisan, kapak batu dan alat-alat dari tanduk rusa.
Nenek
moyang kita pada zaman ini diperkirakan sudah mulai menetap.
Hal
ini dibuktikan dengan diketemukan tumpukan kulit kerang setinggi tujuh meter di
pantai timur Sumatra dan juga sudah
diketemukan pecahan tembikar dari tanah liat.
c. Zaman Batu Muda
(neolithikum)
Pada
zaman ini nenek moyang kita sudah tinggal menetap. Dalam mencari mata
pencaharian mereka sudah mulai bercocok tanam. Pada periode ini telah ditemukan
kapak lonjong dan persegi.
Kapak
persegi (ditemukan di Lahat, Bogor, Sukabumi, Karawang, Pacitan, Tasikmalaya
dan lereng Gunung Ijen) diperkirakan untuk bercocok tanam, memahat dan untuk
memotong kayu. Sedangkan kapak lonjong (ditemukan di Papua, Minahasa, Serawak
dan Kepulauan Tanimbar) bentuknya bulat memanjang dengan bagian ujung lancip
dan tajam.
Pada
zaman ini juga sudah diketemukan tembikar dari tanah liat yang sudah diberi
motif hiasan yang bersifat magis, perhiasan cincin, kalung, gelang dari batu dan
pakaian dari kulit kayu.
d. Zaman Batu Besar
(megalithikum)
Zaman
Batu Besar ditandai dengan adanya peninggalan monumen-monumen batu sebagai
upacara keagamaan yang dianut masyarakat pada saat itu.
Peninggalan
tersebut berupa dolmen ( sejenis meja dari batu berukuran besar berfungsi untuk
meletakkan sesaji di atasnya dan juga sebagai tanda bahwa di bawahnya ada
kuburannya), menhir (bangunan yang menyerupai tugu sebagai tanda bersemayamnya
roh-roh dan kekuatan gaib), kuburan batu, sarcophagus (peti dari batu untuk
menyimpan orang mati), punden berundak (batu yang disusun berundak menyerupai
candi) dan arca batu.
2. ZAMAN LOGAM
Zaman
ini ditandai masuknya kebudayaan Indo-Cina ke Indonesia sekitar 500 SM.
Peninggalan pada zaman logam berupa kapak perunggu, genderang perunggu, benda
hias dari perunggu.
3. ZAMAN KLASIK
Zaman
klasik adalah merupakan periode kerajaan-kerajaan di Nusantara. Pada zaman ini
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu masa Hindu-Budha dan masa perkembangan
Islam. Periode Hindu-Budha merupakan pelajaran sangat berharga untuk
perkembangan seni rupa Nusantara.
Hasil
seni yang sangat menonjol adalah peninggalan candi-candi di wilayah Nusantara,
seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan dan candi-candi lainnya. Masyarakat
lokal dapat belajar seni rupa ke sekolah pendidikan formal di luar negeri.
Periode
Islam banyak meninggalkan seni bangunan seperti masjid dan makam, bangunan
keraton, kaligrafi, dan ragam hias bercirikan khas Islam.
4. ZAMAN INDONESIA
BARU
Pada
periode ini seni rupa Nusantara mulai dipengaruhi oleh budaya barat. Pada masa
ini seni rupa dikelompokkan menjadi :
a. Masa Perintisan
Masa
Perintisan adalah masanya Raden Saleh yang merupakan juru gambar Belanda. Karya
Raden Saleh antara lain : Antara Hidup dan Mati (pertarungan antara seekor
banteng dan dua ekor singa), Penangkapan Diponegoro, Perkelahian dengan
Binatang Buas, Perburuan, Hutan Terbakar, Banjir, Harimau dan Mangsanya, Merapi
yang Meletus.
b. Masa Mooy Indie
Masa
Raden Saleh mengalami kekosongan muncul pelukis Abdullah Suryosubroto keturunan
bangsawan Solo. Sekolah di Akademi Kesenian di Eropa kemudian mengembangkan
lukisannya di Indonesia dengan gaya yang berbeda. Gaya Abdullah Suryosubroto
menekankan keelokan dan suasana keindahan alam di Indonesia. Jadi objek
lukisannya adalah pemandangan alam yang indah dan wanita-wanita cantik.
Kemudian pada masa ini disebut dengan masa Indonesia Jelita (Mooy Indie).
Pelukis lainnya adalah Wakidi, Pirngadi, Basuki Abdullah dan Wahdi.
c. Masa Cita
Indonesia
Perbedaan
kenyataan antara keindahan yang dibuat oleh Abdullah Suryosubroto dengan
kenyataan bangsa Indonesia yang melarat dan menderita, pelukis S. Sudjoyono
mempelopori lukisan yang bertolak belakang dengan Mooy Indie. Kemudian
mendirikan perkumpulan ahli gambar Indonesia (PERSAGI) yang anggotanya Agus
Jayasuminta, L. Sutioso, Rameli, Abdul Salam, Otto Jaya, S. Sudiarjo, dan
lainnya.
Karya
S. Sudjoyono antara lain Di Depan Kelambu Terbuka, Sayang Saya Bukan Anjing,
Jongkatan, Cap Go Meh, Mainan Anak-anak Sunter, Bunga Kamboja dan Nyekar.
d. Masa Pendudukan
Jepang
Pada
masa ini pelukis dari golongan rakyat biasa sudah mulai banyak bermunculan,
seperti Affandi, Kartono Yudhokusumo, Nyoman Ngedon, Hendra Gunawan, Henk
Ngantung.
e. Masa Kemerdekaan
Pada
masa ini Affandi mendirikan perkumpulan Seniman Indonesia Muda (SIM).
Anggotanya Affandi, Hendra Gunawan, Suromo, Surono, Abdul Salam, Sudibyo, dan
Trisno Sumarjo. Setelah keluar dari SIM Affandi dan Hendra Gunawan mendirikan
Peloekis Rakyat yang beranggotakan Kusnadi, Sudarso, Sasongko, Trubus.
f. Masa Seni Rupa
Baru
Pada masa ini para pelukis sudah berani
menampilkan corak baru dalam penggarapannya. Para seniman muda ini berusaha
menciptakan sesuatu yang baru yang tidak tergantung pada suatu media tertentu,
tetapi sudah menggunakan berbagai media untuk menghasilkan sesuatu yang
berbeda. Penerapan konsep-konsep yang tabu sudah diungkapkan lewat lukisannya.